Hingga hari ini, walaupun perkembangan dan infrastruktur terus dilakukan di Papua, tidak menutup kemungkinan jika sebagian besar masih berada dalam kehidupan yang sulit. Kurang bahkan tidak adanya akses berbagai kebutuhan dasar seperti rumah, listrik, sekolah dan lain sebagainya membuat sebagian warga Papua harus melakukan sesuatu. Salah satunya adalah dengan mengundang investor.Namun, menurut beberapa warga Papua, Greenpeace telah menakut-nakuti investor.
Membutuhkan Investor Masuk
Masyarakat adat dari desa Airu Hulu di Kabupaten Jayapura, Papua, telah menuduh Greenpeace “mencampuri” pengelolaan hutan adat di kawasan itu dan menakut-nakuti investor.Tokoh pemuda Airu Soleman Waibara mengatakan penduduk setempat telah menghadapi berbagai kesulitan dalam mengembangkan potensi bisnis kehutanan dan pertanian mereka.
Menurutnya, apa yang dilakukan Greenpeace telah membuat investor enggan untuk slot gratis menanamkan modal di daerah tersebut. Bahkan, mereka mengatakan walaupun pemerintah telah melakukan pekerjaan, faktanya kehidupan mereka belum mengalami banyak perubahan.Sehingga, ini membuat keberadaan investor sangat penting agar warga dapat mengembangkan potensi bisnis dari sektor kehutanan dan pertanian.
Soleman mengatakan; “Kami membutuhkan sekolah, jalan, listrik, dan perumahan yang layak.Pemerintah telah bekerja di sini, tetapi kehidupan kita belum berubah.Kami membutuhkan investor untuk membangun komunitas kami.”Tentu saja, investor ini nantinya diharapkan dapat membawakan pengaruh ekonomi dan kehidupan yang positif bagi penduduk Airu.Sehingga jika ada beberapa investor yang bisa bekerjasama, ini dipandang lebih baik.
Akan tetapi, penduduk Airu merasa langkah untuk demo mendatangkan investor ke dalam komunitas mereka terganggu bahkan sulit.Menurut mereka, ini dikarenakan peraturan yang telah ditetapkan oleh Greenpeace.Padahal menurut mereka, kekayaan alam berupa sektor kehutanan dan pertanian bisa dikelola secara maksimal dan pada akhirnya warga juga merasakan dampak positifnya.
Greenpeace Menolak Tuduhan
Masih menurut Soleman, dia mengatakan warga Airu percaya peraturan tentang hutan lindung dan hutan konservasi menghalangi mereka untuk menikmati manfaat pembangunan infrastruktur.Dia mengatakan; “Keputusan untuk menetapkan hutan lindung, konservasi dan produksi harus didasarkan pada data yang jelas dan diumumkan kepada penduduk setempat, sehingga kami dapat mengembangkan hutan berdasarkan peraturan.
Ini menunjukkan jika warga sebenarnya dapat melakukan atau mematuhi peraturan yang ada jika kemudian peraturan tersebut dijelaskan secara detail di hadapan warga. Dengan begitu nantinya diharapkan warga dapat memanfaatkan potensi yang ada tanpa harus melanggar peraturan tersebut.Oleh sebab itu, Greenpeace sudah seharusnya melakukan sesuatu terhadap hal ini agar bisa segera dicarikan titik temu.
Menurut perwakilan Greenpeace Papua, Carles Tawaru pihak Greenpeace menolak klaim tersebut, dan mengatakan bahwa Greenpeace juga tidak pernah mencoba menghalangi para investor untuk datang ke Papua. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa kelompok lingkungan telah bekerja sama dengan penduduk setempat dalam kampanye untuk melindungi hutan Indonesia. Ada hal lebih besar yang menjadi tujuan dibuatnya aturan dan dijaga oleh Greenpeace.
“Misalnya, kami berpartisipasi dalam pembangunan hutan berbasis masyarakat adat di Manggroholo-Sira, Papua Barat. Kami mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan menempatkan kedaulatan di tangan orang-orang, ”kata Carles kepada awak media. Hal ini disampaikan oleh Carles guna menanggapi tuduhan dari warga Airu tersebut.Tapi sepertinya masyarakat belum puas dengan jawaban tersebut.
Sedangkan menurut para aktivis lingkungan, mereka justru mengatakan bahwa hutan di Papua terancam serius oleh ekspansi perkebunan pertanian yang cepat, seperti untuk kelapa sawit, yang telah disebut-sebut sebagai sarana untuk meningkatkan peluang ekonomi.Sehingga perlu dicarikan solusi untuk bersama agar semua mendapatkan manfaatnya.